Digitalindo, Jakarta - Pengamat E-commerce, Ignatius Untung mengatakan, persoalan predatory pricing pada dasarnya menjadi concernnya ketika menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA). Waktu itu, ia pernah menyampaikan kepada beberapa menteri terkait hal ini.
"Namun karena dampaknya belum terlihat dan yang sudah terlihat adalah peningkatan volume transaksi maka pemerintah tampak tidak bergeming," ungkap Untung kepada Merdeka.com melalui pesan singkat, Jumat (5/3).
Dihadapan beberapa menteri itu, ia menjelaskan sisi promo cashback atau potongan harga terlihat menguntungkan secara ekonomi. Sebab, secara instan akan mengakselerasi adopsi produk ekonomi digital namun cenderung akan menjadi jebakan yang sulit untuk dipecahkan.
"Maka industrinya jadi tidak sehat. Pemain lain yang mau ikut kebagian pangsa pasar mau tidak mau jadi harus ikut melakukan hal yang sama dan bahkan lebih besar lagi. Ini terus berbalas tidak ada habisnya. Akhirnya yang diuntungkan adalah platform dengan kekuatan modal yang besar. Akhirnya industrinya menjadi industri kapitalis," jelasnya.
Ia melanjutkan, predatory pricing dan berbagai bentuk promo potongan harga akan menyeret market menjadi semakin price sensitive market. Konsumen cenderung mencari yang lebih murah dan kurang menghargai kualitas.
"Di sisi lain produsen dengan minimnya margin akan kekurangan biaya untuk pengembangan produk. Akhirnya produk yang akan diciptakan lebih berorientasi pada murah ketimbang berkualitas. Persaingan model ini juga jadi berbahaya ketika pasar dikuasai oleh pemain yang paling punya modal besar untuk dibakar. Ini akan terus dipertahankan hingga akhirnya semua pemain tumbang. Akhirnya ketika pasar dikangkangi sendiri maka terjadi monopoli, dan pemain ini bebas menentukan harga. Termasuk harga yang tidak masuk akal," terang dia.
Dibiarkan Atas Nama Pertumbuhan
Menurut Untung, jika hal ini terlalu lama dibiarkan, maka konsumen, industri, dan pemerintah yang akan menanggung kerugiannya.
"Kalau sudah terlanjur begini jadi serba salah. Karena kalau misalnya platform dilarang memberikan potongan harga berlebih. Maka akan jadi entry barrier untuk pemain baru. Sementara pemain yang sudah keburu punya traction sudah dapat hasilnya. Yang baru mau masuk nggak bisa accelerate," jelas dia.
Solusinya, kata untung, adalah membuat aturan pemberian potongan harga dengan batasan waktu beberapa tahun sejak mulai beroperasi. Ketika periode tersebut sudah lewat maka tidak boleh lagi melakukan potongan harga yang terlalu kompetitif.
"Dengan begitu semua pemain punya kesempatan yang sama untuk masuk ke pasar dan mendorong pertumbuhannya. Dibatasinya bisa di periode pemberian atau bisa juga di nilai total investasi yg digunakan untuk memberikan potongan harga," ungkapnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menegaskan, pemerintah akan mewujudkan perdagangan yang adil dan bermanfaat di Indonesia. Salah satunya dengan mengatur ketentuan "bakar uang" di layanan e-commerce.
Dia menjelaskan, pemerintah tidak ingin diskon di platform e-commerce merusak harga di pasar, sehingga merusak persaingan dan merugikan para pelaku usaha. Jangan sampai diskon menjadi alasan, padahal sebenarnya yang dilakukan adalah predatory pricing.
Sumber : https://www.merdeka.com/

