Digitalindo, Jakarta Setiap perempuan punya cara berbeda dalam memaknai pernikahan. Kisah seputar pernikahan masing-masing orang pun bisa memiliki warnanya sendiri. Selalu ada hal yang begitu personal dari segala hal yang berhubungan dengan pernikahan, seperti kisah Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Menulis Fimela Juli: My Wedding Matters ini.
***
Oleh: Tiwi Pawitrasari - Solo
Satu setengah tahun yang lalu akhirnya aku menikahi pria impianku. Pernikahan dengan segala lika-likunya dan pesta yang cukup sederhana. Tapi bukan itu poinnya. Bagiku menikah bukanlah tentang apa melainkan tentang siapa. Bukan tentang sesempurna apa resepsimu tetapi dengan siapa kamu memutuskan untuk megarungi bahtera hidup barumu. Karena semua tidak akan ada artinya jika kamu memilih orang yang salah untuk menjadi teman hidupmu.
Aku belajar bagaimana memilih yang baik bagi diriku sendiri dari pengalaman dan dari roman-roman picisan orang lain. Terlebih dari orang tuaku. Aku berasal dari keluarga broken home. Aku sempat khawatir menghadapi masa depanku dan aku sangat trauma dengan perceraian dalam rumah tangga.
Dua puluh enam tahun. Aku rasa bukanlah usia yang terlalu muda atau pun terlalu tua untuk menikah. Sejak pra-nikah kami sepakat untuk menunda momongan. Bukan apa-apa, kami hanya ingin beradaptasi degan kehidupan kami yang baru sekaligus ingin menikmati masa-masa berdua terlebih dahulu.
Singkat cerita enam bulan telah berlalu pasca menikah. Kami memutuskan untuk mengakhiri program Keluarga Berencana dan melakukan program pasrah kepada Yang Maha Kuasa. Maksudnya kami sudah mulai menerima jika akan hadir si buah hati, tapi kami juga tidak terlalu berharap. Kami jalani hidup kami dengan santai.
Sumber : https://www.fimela.com/lifestyle-relationship/read/4022209/menikah-adalah-ibadah-yang-paling-panjang-dalam-hidup

