Berdasarkan data Pew Research Center’s Forum on Religion and Public Life, populasi penduduk muslim di dunia diperkirakan akan mencapai 2,2 milyar jiwa atau 26,5% dari total populasi dunia pada tahun 2030.
Bahkan, ekonomi dan keuangan syariah mengalami perkembangan pesat dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan meningkatnya populasi penduduk muslim dan kesadaran untuk menggunakan produk halal.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengemukakan, peningkatan populasi penduduk muslim di dunia tersebut tentunya akan diiringi dengan meningkatnya permintaan terhadap produk dan jasa halal.
Menurut The Global Islamic Economy Indicator 2022, dalam lingkup ekonomi syariah global secara keseluruhan, Indonesia menduduki posisi ke-4 di bawah Malaysia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab.
“Berdasarkan data-data tersebut, kita bayangkan besarnya potensi ekonomi syariah di masa mendatang. Dengan segala potensi yang dimiliki, Indonesia seharusnya tidak hanya menjadi konsumen, namun juga dapat menjadi pusat produksi produk halal dunia,” ujar Menko Airlangga Hartarto, melalui keterangan persnya dikutip Kamis (19/10/2023).
Dia menjelaskan bahwa meningkatnya permintaan makanan halal menjadi peluang bagi industri makanan dan minuman nasional. Sementara perkembangan tren fashion busana muslim, harus dimanfaatkan oleh industri tekstil dan produk tekstil nasional melalui ragam inovasi produk dan optimalisasi tekstil fungsional.
“Begitu juga pada industri farmasi dan industri kosmetik, optimalisasi pemanfaatan keanekaragaman hayati Indonesia yang unik dapat menjadi nilai tambah,” ucapnya.
Menko Airlangga menjelaskan, Indonesia dengan penduduk muslim terbesar di dunia yakni 236 juta jiwa atau 12% dari seluruh populasi muslim dunia, memiliki kebutuhan produk halal yang besar, yang sekaligus bisa menjadi pendorong untuk pertumbuhan industri halal.
“Kebijakan pengembangan industri halal perlu mencakup tiga komponen utama, yaitu pertama, peningkatan kualitas UMKM dengan tentunya pembiayaan keuangan syariah. Kedua, dibentuknya National Halal Fund untuk mendukung industri halal dan produk syariah. Dan ketiga, tentu harus ada kawasan-kawasan yang dibangun khusus untuk industri-industri yang berbasis halal dan juga untuk memfasilitasi investasi,” ungkap Menko Airlangga.
Pemerintah juga telah mendorong implementasi pengembangan industri halal di Indonesia melalui pengembangan Rantai Nilai Halal yang terintegrasi dengan Halal Traceability System dan Halal Assurance System.
Mulai dari riset dan pengembangan, sampai ke produksi, distribusi dan penjualan serta pemasaran ke pasar domestik dan global. Dengan harapan, Indonesia sebagai bagian dari Rantai Nilai Halal Global dapat mempelopori Halal Traceability dan Halal Assurance System yang terpercaya.
Menko Airlangga mengatakan, peluang industri halal di kawasan khusus juga bisa didorong melalui pengembangan kawasan khusus di satu lokasi untuk menampung seluruh industri halal atau pengembangan klaster industri halal di kawasan khusus yang sudah ada.
Saat ini telah dibangun tiga Kawasan Industri Halal yakni di Provinsi Banten, Jawa Timur, dan Kepulauan Riau yang bisa menjadi fondasi awal menjadikan Indonesia sebagai global halal hub dan meningkatkan industri berbasis syariah di Indonesia.
Layanan Logistik ‘Halal’
Sebelumnya, Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) mengungkapkan, hingga saat ini sudah ada 48 perusahaan logistik di Indonesia yang mengantongi sertifikat halal dalam layanan logistiknya untuk kegiatan pengemasan, penyimpanan maupun distribusi.
“Dari 48 Perusahaan Logistik tersebut, mayoritas masih homebase di Pulau Jawa, dan baru sebagian kecil yang di luar pulau Jawa,” ujar Direktur Utama LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muti Arintawati, saat memberikan sambutan pada acara Launcing Halal Logistik IntiCorp Logistics, di Jakarta beberapa waktu lalu.
Muti juga menekankan pentingnya fasilitas logistik halal karena hal itu merupakan bagian dari program pemerintah sesuai dengan UU No:33 tahun 2014 tentang Jaminan Halal.
Pada pasal (1) beleid itu disebutkan jaminan halal tidak hanya mencakup barang tetapi juga terhadap layanan jasanya yang terkait dengan penyembelihan, penyimpanan, distribusi dan pengolahan.
Menurutnya, tantangan dalam sertifikasi halal jasa logistik saat ini masih terkendala tiga hal yakni; kurangnya informasi mengenai wajib sertifikasi halal logistik, kurangnya pengetahuan persyaratan tentang itu, dan kendala proses pengiriman pihak ketiga (armada truknya).
Sementara itu, Director Of Halal Product Industry dari National Committee of Islamic Economy and Finance, Afdhal Aliasar mengatakan, layanan produk halal akan sangat penting ketika menjadi bagian dari reputasi bisnis untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
“Dengan jumlah masyarakat muslim terbesar, Indonesia diharapkan menjadi pemimpin industri halal logistik di dunia,” ujar Afdhal.
Sedangkan Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto mengajak berbagai kalangan saatnya menghimpun daya bersama untuk menwujudkan industri halal supply chain dan logistik.
Hal senada dikemukakan Quality Managet HAVI Indonesia Fatia Hartianty. Menurutnya, jargon layanan logistik halal sudah semestinya dikembangkan di Indonesia dan menjadi fitrah masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim.